Masa remaja, kata orang identik dengan yang namanya percintaan. Entah benar atau tidak. Tapi, belakangan ini kuping saya mulai disibukkan oleh curhatan-curhatan (yang kadang ga masuk akal) soal kehidupan percintaan kita, para remaja.
Ada yang katanya dideketin atau naksir kakak tingkat, baru putus, baru jadian, dapet gebetan baru temen se-fakultas (ecieeeeeee. . . .), temen sekelompok, anak fakultas tetangga, sampe temen satu kelas.
Hmmmm. . . Bicara soal percintaan, ga bakal ada habisnya. Percaya ga percaya, ketika remaja cewek (mungkin juga cowok) melakukan kegiatan yang dinamakan nongkrong *atau apalah namanya*, 95% dari pembicaraan mereka adalah seputar lawan jenisnya.
Sekedar review terhadap cerita sohib saya, (Haloooo. . . mungkin kamu baca :D) sebut saja namanya Eko. Jadi ceritanya, si Eko ini naksir sama temen masa kecilnya. Tapi sayangnya, si Eko ini gak punya cukup keberanian buat ngungkapinnya. Bukan karena si Eko kurang gentle atau apa. Tapi karena si Eko sayang sama si cewek itu. Sayang kalo misalnya hubungan pertemanan mereka nantinya bakal rusak gara-gara virus yang namanya “cinto” itu nyempil-nyempil di dalamnya.
“Sebenernya aku tu sayang sama dia, Nia. Tapi gimana. Aku lebih takut kehilangan dia”. Kata dia dilebai-lebaikan.
“Oooo. Kehilangan gimana maksudnya?”
“Ya kehilangan. Iya kalo misalnya aku sama dia jadian, trus putus. Iya kalo putusnya baik-baik. Lha, kalo misalnya aku sama dia putus, tapi malah musuhan? Kan sayang. Dia sohibku. Sama kayak kamu”.
“Hmmmm. . . Repot juga ya, Ko. Salah kamu juga. Ngapain naksir dia. Sudah tau dia itu sohibmu. Kamu juga sadar gimana resiko kedepannya. Seharusnya, waktu rasa itu muncul sedikit, buru-buru kamu kendaliin. Kalo sudah gini, kamu galau sendiri”.
“Heh! Namanya juga cinto. Ya mana aku tau. Kan sering tu disinggung-singgung kalo yang namanya cinto itu buta dan ga tau kapan datangnya. Lagian, sepertinya dia juga ngasi harapan buat aku”.
“Heemh. Apaan. Eh, tapi kalo diliat dari gerak-geriknya, sepertinya dia juga naksir kamu deh. Trus, sekarang situ mau apa?”
“Ga tau. Aku pengen masuk UB juga nyusul dia. Biar bisa bareng. Doakan ya!”
“Hah?! Gila! ITS.mu mau kamu buang?”“Masih ada jalur terakhir di UB. Sebagai teman yang baik, kamu harus mendoakan ya. Hha”
Sampai postingan ini ditulis, saya masih ga percaya dengan teorema : CINTA ITU BUTA DAN TIDAK DAPAT DIDUGA DATANGNYA. Buktinya, saya yakin dengan pasti, masih banyak yang bisa membedakan mana Revo mana Volvo. Satu lagi, menurut buku yang saya baca, cinta itu dapat diprediksi dengan hati dan pikiran. Cinta itu bukan sesuatu yang bersifat ketunaan. Dia ga buta, juga ga tuli. (Cinta masih kuliah di luar negeri, Cinta masih ngisi acara sulap, dan juga masih tetap anaknya Uya Kuya *ga nyambung*)
Kembali ke soal Eko. Pada akhirnya, cuma harapan kosong yang Eko dapet dari cewek itu. Si cewek ternyata sudah punya pacar. Dan itu sukses membuat Eko cukup patah hati. Eko jadi semakin intens maen ke rumah, sering telpon, sering sms, buat ngebahas soal si cewek. Miris sekali rasanya. (Hey, Boy! Biarpun kamu ga nangis di depan saya, dari gayamu sudah ketauan kalo kamu itu benar-benar patah hati luar dalam)
Ternyata Eko ga nyerah sampai di situ. Dia tetap berusaha. Belajar mati-matian buat nyusul si cewek yang udah keterima duluan di UB. Katanya, “Sapa tau mereka putus sebentar lagi”.
Tapi, sekuat apapun dia berusaha, tetap saja takdirnya di ITS. Sampai sekarang, si cewek tetap langgeng adem-ayem sama pacarnya. Dan saya, cuma bisa berpesan buat ingat yang satu ini :
Masing-masing dari kita mempunyai garis kehidupan yang telah digambarkan.
Dan masing-masing dari kita, kalau diizinkan, akan saling bersinggungan.
Ga perlu “ngoyo” buat mengerjar hal-hal yang seperti itu.
Suatu saat, jika semesta mengiizinkan, kita pasti akan dipertemukan.
Ingat, COSMOLOGICAL COINCIDENCE.
Catatan :
Yang super spesial saya dedikasikan untuk . . . .
1. 1. Eko a.k.a Yoruku. Semoga bisa cukup membantu ^.^
2. 2. SupRan (Rz). Bagian terakhir semoga bisa jadi referensi hidup.