Halo, long time no see.
Sekali-kali ngomongin soal el-o-ve ah.
Selow, sudah mau semester 5 ini. hhahahahahahaha :D
Sekarang saya tanya, topik apa
yang paling betah kalian bahas all day long (selain konser kemarin atau film
yang baru saja kalian tonton) ? Apa yang bikin kalian mendadak autis dengan handphone kalian masing-masing sambil cekikikan? Apa yang bikin
kalian yang awalnya cukup-fashionable mendadak
jadi amat-sangat-fashionable ? Apa
yang bikin kalian mendadak jadi orang yang talkative
? Apa yang bikin kalian mendadak giving-very-very-more-attention
sama lagu siapapun yang kalian denger? Saya rasa semua orang tau jawabannya
dengan benar.
Ngomongin soal fallin’ in love gak bakal pernah ada
habisnya. Semua orang pasti pernah ngerasin yang namanya fallin’ in love. Entah itu at
first-sight, at entahlah sight yang keberapa, sama orang yang gak dikenal,
sama orang yang sudah amat sangat dikenal, sama teman sekelas, sama teman lain
kelas, atau sama adik kelas. Saya sendiri? Gak munafik, pernah lah ngerasin yang
namanya fall in love *uhuk*.
Tom Hansen : What happens when you fall in love?
Summer Finn : You believe in that?
Tom Hansen : It’s love. It’s not Santa Clause.
Jatuh cinta bikin seseorang
mendadak norak dan menyebalkan (setidaknya di depan orang yang gak lagi jatuh
cinta atau baru saja patah hati). I know I know, saat kalian jatuh cinta
apalagi masa-masa yang namanya PDKT, bawaannya pengen ceritaaaaaa mulu. But please, tempatkan kondisi kalian,
dong. Disaat orang yang kalian curhati menunjukkan rasa bosan entah dengan cara
apa, tolong hentikan cerita kalian. Toh, kalian yang sedang jatuh cinta gak
bakal pernah kehabisan topik bahasan soal gebetan kalian, kan?
Gak semua cerita cinta kalian itu
menarik buat orang lain. Kadang buat saya pribadi, lebih-baik-untuk-tidak-terlalu-mendengarkan (bukan berarti tidak
mendengarkan) sepenuhnya cerita-cerita kalian karena saya gak mau nantinya
mendadak ilfeel sama orang yang
awalnya kalian sanjung-sanjung itu kalau nantinya terjadi sesuatu yang tidak
kalian –dan saya- inginkan nantinya.
“What happen if he’s your Prince
Charming and you’re not his Cinderella?”
Atau lebih universalnya lagi
sering kita sebut PHP. PDKT yang gak berending bahagia sebenernya bisa aja kita
tanggepin biasa tanpa galau dan nangis-nangis segala seandainya dari awal kita
gak terlalu GR menanggapi segala macam tindakan yang mereka lakukan baik itu
ditujukan buat kita atau kita anggap ditujukan buat kita. PDKT yang gak
berakhir kena Pajak-Jadian sama
temen-temen sebenernya bisa aja jadi ajang cari teman –atau bahkan sahabat-
baru kalau seandainya kita gak curhat sana-sini soal perhatian-perhatian mereka
yang kadang suka kita lebih-lebihkan dan menganggap “dia naksir aku”. Gak
perlu sampe sungkan-sungkanan sama teman yang kalian curhati habis-habisan gara-gara
malu berat habis dibilang naksir, eh gak taunya jalan sama cewek/cowok lain.
Saya sendiri gimana? Nyengir aja deh.
Tapi kadang, kecewa (entah oleh hal apa) ataupun patah hati, bikin kita lebih
bijak, menutup diri, atau mungkin amat sangat menyebalkan. Trust me, deh! Hhahahaha :D
Seseorang yang….entahlah. Saya
bingung harus mendeskripsikan orang itu dengan bagaimana dan seperti apa.
Intinya, seseorang pernah bilang sama saya :
“Kamu gak punya pacar soalnya gak ada yang mau sama kamu”
#sambil-ketawa. I think She need a medicine immediately!! That’s so bad. Dengan
santai (Diluar. Padahal sih tersinggung) saya bilang, “Cih, terus kamu bangga punya pacar? Buat apa punya pacar kalo cuma
seperti pacarmu. Useless”. Oke saya sadar. Saya menjadi sama buruknya dengan
ucapan dia barusan sedatar-datarnya respon saya. Bukan, bukannya saya mau jadi oversensitive. Biasanya saya gak terlalu
ambil pusing sama omongan orang. But, “gak ada yang mau sama kamu” words is too
rude buat diucapkan sama orang yang harusnya mengayomi yang lebih muda.
Having a boyfriend not a point of
being alive for me. Saya akan merasa sangat hidup dan bahagia kalo saya bisa
hadiahin orang tua saya IPK cumlaude pas hari kelulusan nanti. Sukur-sukur kalo
bisa ngasi IP 4.00. Sudah semester 5 dan masih jomblo? So what. Buat apa
pacaran kalo kerjaannya nangis mulu, disayang-sayang di SMS atau telpon tapi
ternyata si pacar nikung sana sini, tengah malem suka kalap gara-gara gak punya
pulsa dan kuota internet buat bales SMS atau chat dia, kamana-mana kena wajib
lapor (padahal sama orang tua sendiri aja suka jarang pamit), gak boleh ini-itu
dan semua-muanya, serta hal-hal menjengkelkan lainnya?
Saya masih bisa hidup dengan
normal tanpa pacar. Dengerin musik, ngopi bareng temen atau sendirian sambil
sibuk dengan pikiran dan imajinasi saya, berangkat nonton seenak jidat tanpa
harus cocokin jadwal sana sini, berlama-lama ditoko buku tanpa harus membeli
dan merasa sungkan sama orang yang nganterin atau nemenin, ketawa-ketiwi di
hutan yang sama sekali bersih dari light-pollution (you know what I mean)
bareng sama teman-teman pendaki lain tanpa harus khawatir ada yang cemburu, dan
yang paling penting adalah bebas berteman sama siapapun.