Selasa, 13 Desember 2011

Life Goes On


Saya, Kurnia atau Niia. Hanya mahasiswa biasa Dengan kacamata minus 3,75 , jilbab, kemeja, jeans, dan sepatu kets. Seperti mahasiswa biasa pada umumnya. Tidak ada yang spesial. Berangkat, ikut, dan pulang kuliah dengan normal. Ga peduli seperti apa saya sebenarnya di dalam. Tapi, bagi orang yang melihat, saya “amat sangat biasa”. Padahal sebenarnya, saya sedang dalam kondisi yang bisa dibilang tidak oke.

Di sinilah saya berada. Di kota setengah metropolitan, dan di universitas yang tidak pernah saya bayangkan. Ini (sedikit) menjadi masalah buat saya. Mungkin kalian berpikir sedikit dilebai-lebaikan. Tapi, This is the true!

Penulis favorit saya pernah bilang, segimana besarnya masalah kita, orang lain akan tetap berjalan maju. Tidak ada yang memahami. Walaupun pas kita cerita, mereka pasti akan bilang ‘Saya tau apa rasanya’. Tapi mereka tidak bener-bener tau. Karena mereka tidak berada di dalam posisi kita.
The world keep on running, and I’ll keep on standing.

Begitu juga dengan kita.Serumit dan sekompleks apapun masalah kita, orang lain akan tetap berjalan dengan hidupnya. Life goes on.

Selasa, 29 November 2011

November dengan Segala Kesialannya


       Posting ini tiba-tiba nongol dan isinya cerita sedikit tidak enak. Bercerita tentang shocking experience saya beberapa hari lalu. Pagi lalu (sebelum shocking experience itu terjadi), saya sudah merasa akan ada suatu hal (baik atau mungkin lebih ke-buruk) yang bakal menimpa saya. Pengennya sih bolos kuliah. Tapi rasanya bakal ngerasa bersalah minta ampun sama Bapak Ibu’. Berangkat juga deh akhirnya. Tapi, sebelum berangkat, saya pasang status dulu di akun Facebook saya yang isinya : “Don’t be a bad day, pleaseeeeee. . .!”
         
          Ga tau kenapa, saya ngerasa ada sesuatu yang salah (atau mungkin saya yang salah) sama bulan November ini. Buat saya, November itu adalah sebulan penuh penderitaan. Sebulan penuh kesialan. Terlalu banyak petaka yang menimpa.

         Pagi itu, kita membahas tentang Pengujian Hipotesis. Setelah memberikan materi yang belum sempat saya cerna dengan baik karena kondisi yang kurang mendukung (ngantuk + lapar), soal diberikan.
            
 Tiba-tiba nama saya dipanggil, “Kurnia Insyiani! Mana? Oke. Ayo maju!”

Allamaaaaaaaaakkkkkkkk. . . . !!!!!!!! Astagadragon!!! Itu saya!!! Kaget. Berasa ketemu dementor. Saya pucet. Mungkin jadi tampak seperti orang-orang ras mongol. Pasrah. Maju dengan gontai. Masih ga ngerti apa yang diinstruksikan. Di depan, gigitin spidol.

Yang saya tau, mengerjakan soal di bawah tekanan dan puluhan pasang mata memandang itu tidak baik. Bisa mematikan kinerja otak. Apalagi kalo yang jadi terdakwanya adalah orang-orang yang grogian. 1 + 1 bisa jadi 3. Akhirnya. . . soal berhasil dikerjakan.

Kembali ketempat duduk. Tetap dengan cengiran ga jelas. Masih sedikit shock. Rasanya seperti ngebelah atmosfir berlapis-lapis, meluncur bareng paus akrobatis, trus ngebut menuju rasi bintang paliiiiiiiiing manis (hueks!). Rasanya mual. Seperti baru saja naek rollercoaster!

Hey, November!! Terlalu banyak kejutan kurang menarik yang kamu berikan buat saya. Dan saya berharap, kamu segera berakhir. Kepada Desember, don’t be a rough month.  

Senin, 21 November 2011

Introducing "PITO" : Alasan Mengapa Saya Membencinya

Namanya Pito. Perawakannya sedikit gendut. Rambutnya hitam lebat. Sangat cool dan bertampang gahar. Dia seekor kucing =.=". Dari jenis anggora mungkin. Entahlah, saya kurang paham atau malah tidak ingin paham soal dunia perkucingan.

Pito adalah peliharaan mbak kost teman saya. di tempanya, Pito sangat dielu-elukan. Beberapa orang memanggilnya "Dek Pito". Bahkan Rani, teman saya bilang kalau Pito itu Manis Sekali. Nyaris muntah mendengarnya. Buat saya, Pito itu ga ada manis-manisnya. Kerjanya cuma mondar-mandir, maenin sepatu orang (mungkin sepatunya bau ikan asin), atau sekedar duduk di ambang pintu dengan tampang sangar. Ini dia tampangnya.
Sangar sekali kan....

Dengan aktivitas seperti itu, dimana letak kemanisannya?! Yang terbayang di pikiran saya malah Pito tampak seperti kucing bajak laut atau kucing preman. Kalau ditambah sedikit codet di pipinya mungkin bakal lebih seram lagi.

Suatu hari, saya maen-maen ke tempat kost teman saya (Rani) itu. Tau saya ga suka (baca : takut) kucing, Rani malah memasukkan Pito ke dalam kamarnya dan membiarkan saya terkunci di dalam kamar dengan seekor kucing garang itu. Panik dong.

Saya ga suka kucing. Selain karena bulunya, menurut salah satu buku, abad pertengahan mengasosiasikan kucing sebagai pertanda buruk. Kucing adalah binatang nocturnal yang eongannya kadang menyeramkan (selain menyebalkan). Kucing juga dianggap sebagai hewan peliharaan penyihir ataupun jelmaan dari penyihir itu sendiri.

Walaupun di film The Mummy menerangkan bahwa kucing bisa menyelamatkan Evelyn dari kejaran Imhotep, tapi buat saya, tetap saja kucing tetap menyeramkan. (Bukan berarti saya jelmaan Imhotep =.=")

Selasa, 15 November 2011

It's Just About "Cosmological Coincidece" :))

Masa remaja, kata orang identik dengan yang namanya percintaan. Entah benar atau tidak. Tapi, belakangan ini kuping saya mulai disibukkan oleh curhatan-curhatan (yang kadang ga masuk akal) soal kehidupan percintaan kita, para remaja.
         Ada yang katanya dideketin atau naksir kakak tingkat, baru putus, baru jadian, dapet gebetan baru temen se-fakultas (ecieeeeeee. . . .), temen sekelompok, anak fakultas tetangga, sampe temen satu kelas.
         Hmmmm. . . Bicara soal percintaan, ga bakal ada habisnya. Percaya ga percaya, ketika remaja cewek (mungkin juga cowok) melakukan kegiatan yang dinamakan nongkrong *atau apalah namanya*, 95% dari pembicaraan mereka adalah seputar lawan jenisnya.
         Sekedar review terhadap cerita sohib saya, (Haloooo. .  . mungkin kamu baca :D) sebut saja namanya Eko. Jadi ceritanya, si Eko ini naksir sama temen masa kecilnya. Tapi sayangnya, si Eko ini gak punya cukup keberanian buat ngungkapinnya. Bukan karena si Eko kurang gentle atau apa. Tapi karena si Eko sayang sama si cewek itu. Sayang kalo misalnya hubungan pertemanan mereka nantinya bakal rusak gara-gara virus yang namanya “cinto” itu nyempil-nyempil di dalamnya.
               
“Sebenernya aku tu sayang sama dia, Nia. Tapi gimana. Aku lebih takut kehilangan dia”. Kata dia dilebai-lebaikan.
“Oooo. Kehilangan gimana maksudnya?”
“Ya kehilangan. Iya kalo misalnya aku sama dia jadian, trus putus. Iya kalo putusnya baik-baik. Lha, kalo misalnya aku sama dia putus, tapi malah musuhan? Kan sayang. Dia sohibku. Sama kayak kamu”.
“Hmmmm. . . Repot juga ya, Ko. Salah kamu juga. Ngapain naksir dia. Sudah tau dia itu sohibmu. Kamu juga sadar gimana resiko kedepannya. Seharusnya, waktu rasa itu muncul sedikit, buru-buru kamu kendaliin. Kalo sudah gini, kamu galau sendiri”.
“Heh! Namanya juga cinto. Ya mana aku tau. Kan sering tu disinggung-singgung kalo yang namanya cinto itu buta dan ga tau kapan datangnya. Lagian, sepertinya dia juga ngasi harapan buat aku”.
“Heemh. Apaan. Eh, tapi kalo diliat dari gerak-geriknya, sepertinya dia juga naksir kamu deh. Trus, sekarang situ mau apa?”
“Ga tau. Aku pengen masuk UB juga nyusul dia. Biar bisa bareng. Doakan ya!”
“Hah?! Gila! ITS.mu mau kamu buang?”
“Masih ada jalur terakhir di UB. Sebagai teman yang baik, kamu harus mendoakan ya. Hha”
          
      Sampai postingan ini ditulis, saya masih ga percaya dengan teorema : CINTA ITU BUTA DAN TIDAK DAPAT DIDUGA DATANGNYA. Buktinya, saya yakin dengan pasti, masih banyak yang bisa membedakan mana Revo mana Volvo. Satu lagi, menurut buku yang saya baca, cinta itu dapat diprediksi dengan hati dan pikiran. Cinta itu bukan sesuatu yang bersifat ketunaan. Dia ga buta, juga ga tuli. (Cinta masih kuliah di luar negeri, Cinta masih ngisi acara sulap, dan juga masih tetap anaknya Uya Kuya *ga nyambung*)
Kembali ke soal Eko. Pada akhirnya, cuma harapan kosong yang Eko dapet dari cewek itu. Si cewek ternyata sudah punya pacar. Dan itu sukses membuat Eko cukup patah hati. Eko jadi semakin intens maen ke rumah, sering telpon, sering sms, buat ngebahas soal si cewek. Miris sekali rasanya. (Hey, Boy! Biarpun kamu ga nangis di depan saya, dari gayamu sudah ketauan kalo kamu itu benar-benar patah hati luar dalam)
Ternyata Eko ga nyerah sampai di situ. Dia tetap berusaha. Belajar mati-matian buat nyusul si cewek yang udah keterima duluan di UB. Katanya, “Sapa tau mereka putus sebentar lagi”.
Tapi, sekuat apapun dia berusaha, tetap saja takdirnya di ITS. Sampai sekarang, si cewek tetap langgeng adem-ayem sama pacarnya. Dan saya, cuma bisa berpesan buat ingat yang satu ini :

Masing-masing dari kita mempunyai garis kehidupan yang telah digambarkan.
Dan masing-masing dari kita, kalau diizinkan, akan saling bersinggungan.
Ga perlu “ngoyo” buat mengerjar hal-hal yang seperti itu.
Suatu saat, jika semesta mengiizinkan, kita pasti akan dipertemukan.
Ingat, COSMOLOGICAL COINCIDENCE.

Catatan :
Yang super spesial saya dedikasikan untuk . . . .
1.      1.  Eko a.k.a Yoruku. Semoga bisa cukup membantu ^.^
2.      2.  SupRan (Rz). Bagian terakhir semoga bisa jadi referensi hidup.

Rabu, 02 November 2011

I’m Sorry. But For This Time, I Hate You (Statistic Method) So Much!!!

Dalam hidup ini, niat dan semangat adalah dasar untuk mewujudkan sesuatu. Beberapa pihak,   -mungkin dengan atau tanpa kita sadari- punya andil membuat semangat kita menurun. Tanpa kekuatan dari hati dan pikiran yang jernih, keaadan seperti itu tentu sulit diatasi. Akibatnya, muncul perasaan tidak nyaman dan tertekan yang sulit sekali untuk dieliminasi.

           Saya pribadi, termasuk dalam kategori orang-orang yang gampang tertekan terutama saat ujian. Walaupun teman-teman bilang, “Kamu kayanya santai banget, Nia. Easy going sekali” . Tapi sebenarnya, itu hanya tampak luar saja. Di dalam? Sama seperti yang lain (atau mungkin lebih parah). Galau maksimal!

         Contoh nyata. Kemarin, UTS Metode Statistika. Untuk pertama kalinya saya berhadapan dengan tes mata kuliah yang sama sekali tidak saya suka (walaupun saya mahasiswa berprogram studi Statistika). Ujian kali ini membuat saya benar-benar tertekan. Soal pertama sudah cukup membuat shock. Gila! Ini soal tingkat dewa!

        Ga banyak yang bisa kerjakan. Durasi ujian yang cukup panjang membuat saya semakin tertekan. Ditambah bekerja di bawah pengawasan langsung Bu dosen. Double trouble!! Mungkin ini sebagai permulaan yang buruk atau mungkin sangat buruk. Mau pasrah, tapi geregetan liat soal. Mau kerja, tapi sudah ga kuat pengen angkat tangan. Serba bingung.

      Kadang, suasana yang terlalu tenang saat ujian malah membuat saya makin panik. Dan kegiatan yang biasa saya lakukan –dengan intensitas lebih— ketika panik adalah MENGGIGIT KUKU!! Kuku-kuku jari tangan saya sampai pendek. Soal pertama, saya lewati tanpa ada niatan mengerjakan. Soal kedua, nyaris 100% sukses (insyaallah). Soal ketiga, berhasil dilewati dengan perjuangan ekstra. Soal keempat, hanya cukup mengerjakan 1 subsoal. Kembali ke soal pertama, semakin bingung, bingung, dan bingung. Mencoba mengerjakan, ujung-ujungnya semakin jauh dari harapan dan kenyataan. Jalan terakhir, benar-benar ANGKAT TANGAN!! Saya benar-benar tidak mood mengerjakan soal. 

       I’m sorry Statistic. But for this time, I hate you so much!!!!!

Sabtu, 29 Oktober 2011

Ternyata, Pria Sama dengan Monyet

Kemarin pas ga ada kerjaan, seperti biasa saya nyolong sinyal WiFi FISIP UB di kost. Enak sekali bukan?! :D. Tapi, yang namanya nyolong  gratisan, pasti ada aja kekurangannya. Disini, saya ga bisa mengakses Facebook!! Yang bisa saya lakukan dengan koneksi colongan ini hanyalah searching di google, twitter, dan blogging (itupun tersendat-sendat) -.-“
Karena kegiatan dunia maya yang bisa saya lakukan sangat terbatas, maka saya memilih untuk bertwitter ria. Menurut saya, main-main di Twitter kurang begitu asik. Makanya akun saya, @NiiaBellamy sering mati suri.
Kebetulan, pasangan duet di twitter, @alvanPrasetyo lagi ga nongol. Jadi satu-satunya kerjaan saya waktu itu cuma mention-mention ga jelas. Pas lagi liat TL, ada tweet @Metro_TV yang membuat penasaran sekali. Ini dia twit-nya (sudah saya ReTweet) :

@Metro_TV : Ternyata pria sama dengan monyet
 
Sekilas, tweet itu terlihat begitu mendiskriminasi kaum cowok. Karena walau bagaimanapun keadaannya, ga bakalan ada seorang cowok pun yang setuju jika disamakan dengan makhluk hidup yang satu ini (purkecualian buat Charles Darwin mungkin). Jangankan kaum cowok, saya sebagai cewek juga tidak setuju. Karena secara tidak langsung kita (cewek) dianggap ‘naksir’, suka, fallin’ in love, dan lain-lain kepada seekor monyet. Ini jelas tidak lazim.

Tapi, setelah saya klik link nya dan membaca isi tulisan keseluruhan dengan seksama, terbukti bahwa kita salah duga. Penasaran?

Pria Ternyata Sama dengan Monyet
Lifestyle + / Rabu, 26 Oktober 2011 15:06 WIB
Metrotvnews.com: Para wanita seringkali dibuat pusing memahami sikap para pria di sekitarnya, apalagi jika itu menyangkut sang kekasih. Gilles d'Ambra, seperti dilansir Doctissimo, mengungkapkan, sikap pria dalam sebuah hubungan dipengaruhi oleh gen. Uniknya, gen itu ternyata mempunyai kesamaan dengan gen yang dimiliki monyet.

Dengan melihat tiga jenis primata yang mempunyai sifat berlainan, sifat-sifat pria dapat dikelompokkan dalam tiga jenis.

1. Orang utan.


Primata ini dikenal sebagai hewan yang suka hidup menyendiri. Orang utan juga suka menggerutu jika diminta sesuatu, tidak suka bepergian, ataupun bersosialisasi. Hmm.. sepertinya mirip dengan sifat pria di sekeliling Anda? Jika iya, tipe pria seperti ini lebih cocok untuk para wanita mandiri yang tak terlalu risau dengan perasaan dalam suatu hubungan.

2. Gorilla.

Gorila adalah tipe hewan yang sangat menikmati hidup. Ia mempunyai kawanan berjumlah besar, bersifat sangat sosial, dan mudah bersahabat dengan siapa pun. Berkebalikan dengan tipe orang utan, pria dengan sifat seperti gorila ini justru akan tersiksa jika harus bersama wanita yang tak terlalu mementingkan perasaan. Bersama pasangan yang ingin membangun keluarga dengan hubungan yang stabil akan lebih cocok dengan pria bertipe ini.

3. Simpanse.


Simpanse dikenal cerdik. Primata ini diketahui selalu suka bersama kawan-kawannya, moody, tapi juga sangat individual. Anda bisa menjumpai karakter simpanse ini pada diri para pria yang tak pernah lepas dari teman-temannya, tampak gaul dan gaya, namun ternyata sangat moody dan egois. Karenanya, pasangan yang tepat untuk para pria bertipe simpanse adalah wanita yang tidak ingin dikekang dan sangat menghargai kebebasan seseorang.

     Seperti Monyet di tweet tersebut ternyata mengarah kepada karakter-karakter pria yang ada disekeliling kita. Bukan pada tingkah laku apa lagi pada wujudnya. Agak gila juga kalau kita bayangkan Pria Ternyata = Monyet itu seperti : suka bergelantungan di pohon, makan pisang, nyari kutu, garuk-garuk badan, loncat kesana kemari, boker dan buang air sembarangan, ngambilin kacamata sama kamera orang (kaya di film-film kartun), dan lain lagi yang biasa dilakukan oleh monyet.
     
   Kepada kaum pria, kalian boleh lega.



 





Kamis, 27 Oktober 2011

Kesan dan Pesan Genstat Selama MasterCamp

Genstat Matematika    : “Lebih baik di puncak Panderman dari pada ngerjakan soal-soal kuis besok”

Genstat Statistika        : “Lebih baik kemping 3 hari 2 malam bareng Master dari pada di kelas Metode Statistika hampir 4 jam (-.-Ii)”

Genstat Ilmu Komputer    : “Lebih baik bangun pagi-pagi buta buat penjelajahan yang seru dari pada bangun pagi-pagi buta buat ngerjain tugas Flowchart-nya Bu Candra”
 
Dari komentar-komentar kami di atas, sepertinya cukup membuktikan betapa SUPER dan AMAZING-nya acara MasterCamp kemarin :D. Genstat yang ga ikut, Maria dan Farandi, nyesel banget deh kalian :p. Ga peduli seberapa capeknya kita. Seberapa suramnya wajah kita. Seberapa banyak lampu yang akan ditambah (biar agak cerah) pas kita foto KTM nanti, yang penting kita hepi. Hhahahahaha.

    Bagi sebagian dari kami, pergi kemping di alam bebas adalah hal baru. Ga bisa tidur enak, pasti. Ga bisa ke toilet dengan tenang, emang bener. Tapi itu ga penting. Yang paling penting adalah gimana usaha kita buat menikmati segala keterbatasan yang ada kecuali suhu yang luar biasa. Ya, suhu di sana benar-benar amazing. Kalo malem duingin banget, kalo siang puannnnnnasssssss banget. Matahari kaya ada dua!! Ampun, Mamaaaa……!!! T.T

    Di acara MasterCamp, kita bisa ngeliat hal luar biasa yang ga bisa kita liat pas kita ada di Brawijaya. Misalnya bintang. Malam hari di puncak Panderman selain suhu yang luar biasa, langitnya juga luar biasa. Bintang yang biasanya ga keliatan gara-gara light pollution jadi jelas banget. Apalagi pas kita solat di bawah langit yang bintangnya tumpah ruah dimana-mana. Berasa pengen tidur di situ.  Kita juga bisa menikmati pemandangan Malang Raya di Malam hari dengan angel yang TOP! Panitia jago banget milih lokasi. Hebat!!

    Di puncak Panderman, kita benar-benar hidup dalam keterbatasan (lagi : kecuali suhu). Penerangan terbatas, air terbatas, makanan terbatas. Meskipun konsumsinya ga endang bambang maksimal (namanya juga kemping), tapi tetap saja, konsumsilah yang paling kami nantikan kehadirannya :D.

Kalau dianalogikan, MasterCamp seperti prasmanan tanpa pernah terpuaskan. Semua detail-detail kegiatan yang panitia tawarkan: keprofesionalitasan kalian, keseruan acara, kenyamanan lokasi, keamanan, dan pelayanan, seperti di tawarkan dalam piring-piring buffet dengan silver platter yang menyala rapi. Dan kami ambil. Kami konsumsi. Namun, kami masih kelaparan. Lalu kami ambil, kami konsumsi kembali. Dan kami tetap kelaparan. Kami bisa menyalahkan ini kepada sifat kami yang menagih -dan tidak pernah puas-, atau kepada kalian yang terus menawarkan cita-rasa yang tak kunjung habis. Atau, kepada keduanya. We. Can’t. Get. Enough. Of. MasterCamp.

Semua yang ada di MasterCamp memiliki kesan tersendiri. Mulai dari sarana transportasinya yang super, lokasinya yang paling beda dari rombongan camp lain, acara ‘sharing’ yang super panasnya gara-gara menantang matahari, panitia yang selalu berusaha memberikan kami rasa aman sampe-sampe mau buang air harus dibagi jadi beberapa kloter dan dihitung pula, senam-senam absurd yang dipimpin langsung oleh beberapa maba dan panitia yang tentunya sama absurdnya :D, sampe sifat asli panitia yang ternyata sok jaim. Tapi, yang paling berkesan buat kami adalah acara outbondnya. Disitu kami belajar bagaimana sebuah tim seharusnya berjalan. Bersama-sama dan akan saling mendukung dalam kebaikan. Masing-masing saling menginspirasi satu sama lain dengan caranya masing-masing .

Pesan buat MasterCamp. . . . .

Speechless. Semoga MasterCamp selanjutnya lebih AMAZING lagi dari pada MasterCamp kemarin. Terimakasih kakak-kakak panitia. . . THAT WAS FUN AND AMAZIIIIIING CAMP!!!!!

And Here, Panitia Ter. . . . . versi saya :

Panitia Terimut : Kak Didin, Mbak Carlin
Panitia Terkeren : Kak Gilang  :P :D
Panitia Terkenal : Kak Lalu, Kak Gilang
Panitia Teraniaya : Kak Anam
Panitia Terbijaksana : Kak Didin, Kak Lalu
Panitia Terheboh : Kak Echa
Panitia Terdiam : Mbak Carlin
Panitia Terlucu : Kak Lalu, Kak Didin
Panitia Terseram : Kak Gilang, Mbak Wega
Panitia Tertutup : Semua Panitia (soalnya suka ngerahasiain info-info soal MasterCamp) :D