Sabtu, 23 Februari 2013

Yesterday

Yesterday, all my troubles seemed so far away.
Now it looks as though they’re here to stay.
Oh, I believe in yesterday.Suddenly, I’m not half the man i used to be,
There’s a shadow hanging over me,
Oh, yesterday came suddenly.

Why she had to go
I don’t know she wouldn’t say.
I said something wrong,
Now I long for yesterday.

Yesterday, love was such an easy game to play.

Now I need a place to hide away.
Oh, I believe in yesterday.

Why she had to go
I don’t know she wouldn’t say.
I said something wrong,
Now I long for yesterday.

Yesterday, love was such an easy game to play.
Now I need a place to hide away.
Oh, I believe in yesterday.

Terkadang, kesukaan kita pada suatu hal diwariskan oleh kedua orang tua. Seperti halnya  ketertarikan khusus saya pada gitar, karena  dicambuk semangatnya oleh cerita masa muda Bapak Ibu saya yang notabane adalah anak band.

Bicara soal sejarah, bisa dibilang saya bukan generasi yang dijejali musik-musik The Beatles. Bapak Ibu saya lebih berkiblat pada musik Queen atau mungkin The Police.

Bicara soal sejarah, harus diakui The Beatles adalah salah satu master peace industri musik dunia. Orang tua saya memang bukan fans fanatik The Beatles. Mereka gak sampai hati terinspirasi untuk menamai anak-anaknya dengan John Lennon, Paul McCartney, George Harrison, Ringo Starr, apalagi Lucy (Lucy in the Sky with Diamons), Lovely Rita, atau mungkin Penny Lane.*Oke-oke, itu semua gak bakal mungkin*

Bicara soal sejarah, orang tua saya bukan penggemar fanatik Beatles. Begitu pula dengan saya. Saya bukan penggila Beatles yang posternya memenuhi dinding kamar, yang album lengkapnya masuk di playlist HP, yang saya hapal liriknya diluar kepala, yang selalu saya cover lagunya pake gitar.

Bicara soal sejarah, saya juga bukan tergolong Baby Boomers. Saya juga gak ada niatan untuk mengikuti pola makan sayuran bukan karena etika ataupun kesehatan melainkan karena Paul McCartney.

Bicara soal sejarah, beberapa orang pasti setuju kalo gak ada *atau mungkin belum ada* yang bisa semenghinoptis mereka ketika perform. Bagaimana dengan saya? Kadang saya ikut bersenandung kecil waktu lagu-lagu mereka saya putar pagi hari sebelum berangkat kampus. Yah, jelas saya gak bakal pernah sama seperti Lennon, McCartney, Harrison, ataupun Starr. Bukan, bukan. Bukan karena mereka cowok dan saya cewek *uhuk. Tapi karena saya. . . . .FALS. Ya! Ini serius. Saya fals. Oh, tapi setidaknya mungkin saya sedikit bisa disejajarkan dengan Starr kalo soal kemerduan suara *defence-mechanism*. Hhahahahahaha.

Bicara soal sejarah, orang tua saya mungkin tidak menularkan kecintaan mereka pada The Beatles. Karena memang tidak ada yang bisa mereka tularkan tentang itu. Tapi kali ini, bisa dibilang saya keluar dari sejarah. Karena saya sangat menikmati karya mereka.

2 komentar:

  1. Waaaah... :D seneng banget rasanya baca tulisanmu.. terharu dengan isak palsu.. huhuhu... tapi seneng beneran, karena aku juga suka karya-karya nya the beatles. suka... pake banget!! :D

    Bicara soal sejarah, saya juga suka gitar, aku masih inget, SMP, tertarik liat temen yang main gitar sehingga suka banget sama gitar (walaupun gak bisa).
    Bicara soal sejarah (lagi), cover album the beatles yang sebrang jalan (abbey road). aku suka covernya dan kepikiran kalo kakakku bakalan suka, nah, akhirnya aku minta dibelikan mp3nya. awalnya sih biasa aja.. "ndek arak bae taok menarik ne.." gak ada menariknya menurutku (awalnya). Eh, di dengar sering, malah jadi suka. jadi dari sudut pandangku, kesukaan bukan hanya dari warisan. tapi dari ketidak sengajaan, kebetulan..

    fufufu.... >:D

    BalasHapus